Ukhty Kenapa Engkau Melepas Jilbab (mu) ?
Sekitar setahun yang lalu penulis pernah bertanya kepada
seorang perempuan yang tak asing bagi penulis, karena waktu menempuh pendidikan
dibangku SMA ia adalah kakak kelas penulis. Saat itu penulis terkejut melihat
photo yang ia posting di facebook karena di sana terlihat wajah
yang tidak mengenakan hijab (jilbab). Setahu penulis selama melihatnya ketika
di sekolah ia tidak pernah melepas selembar kain yang biasa disebut jilbab
tersebut, walaupun ia tidak sedang berada di lingkungan sekolah.
Karena rasa penasaran yang dibarengi dengan perasaan agak
kecewa akhirnya penulis tanya lewat chatting yang kebetulan ia juga
sedang online. “mba kenapa photo na ga pake jilbab?” tanyaku lewat
chatting tersebut. Namun pertanyaan itu tak mendapatkan jawaban. Penulispun
menjadi bertanya-tanya, apakah ia mencari simpati bahwa ia terlihat cantik
ketika tidak mengenakan jilbab ? atau pengaruh lingkungan yang mayoritas tidak
mengenakan jilbab ?.
Hal inipun tidak hanya terjadi sekali saja, penulis juga pernah menjumpai posting photo di media sosial yang sama, sosok perempuan tersebut juga tidak mengenakan jilbab. Bedanya perempuan yang ini adalah temen satu angkatan penulis. Penulis sangat menyayangkan hal yang demikian, karena orang-orang yang penulis ceritakan di atas adalah perempuan yang kesehariannya tidak pernah melepas jilbab saat keluar.
Tidak dapat dinafikan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi
tingkah laku manusia, termasuk model berbusana. Karena tak kuasa ingin
mengikuti teman-teman disekitarnya maka hal yang seharusnya tidak dilakukan
menjadi dilakukan. Seperti halnya contoh di atas bahwa sebenarnya hal itu tidak
harus dilakukan, toh iapun dapat memosting photo yang memakai jilbab.
Kondisi psikologi manusia selalu dipengaruhi lingkungannya.
Hal ini disebabkan karena memang manusia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
sosial tersebut. Oleh karenanya pola pikir dan tingkah laku manusiapun tidaklah
terlepas dari kondisi lingkungannya. Sehingga dapat dikatakan manusia adalah hasil
lingkungannya. Pengaruh teman serta perkembangan busana dapat dikatakan sangat
mempengaruhi cara berpakaian seseorang.
Me-mosting foto yang penulis ceritakan di atas menurut
penulis merupakan hal yang disayangkan. Seharusnya ia mempertahankan memakai
jilbab, sebab yang demikian merupakan hal yang baik (mahmudah) dam memberikan contoh kepada muslimah yang
lain untuk mengenakan jilbab untuk menutupi bagian dada dan lehernya, bukanlah
sebaliknya membuka jilbab untuk mengikuti pergaulan.
Dalam tulisan ini sebenarnya penulis hanya ingin menekankan
betapa pentingnya muslimah memakai jilbab (walaupun ini menjadi perdebatan) dan
menghimbau bagi para muslimah untuk tetap mempertahankan, bukan karena adanya
aturan yang mewajibkan untuk mengenakannya, tapi karena kesadaran dan
mengetahui hal tersebut merupakan hal yang baik.
Bukankah Allah SWT memerintahkan kepada wanita-wanita
mukminah untuk menutupkan kain kerudung mereka ke dada mereka. Dalam surat An-Nur ayat 31, khusuhnya pada
penggalan ayat yang berbunyi ((واليضربن بخمرهن علي
جيبهنّ
wal yadhribna bi
khumurihinna. Dalam
tafsir Al-Mishbah karangan M. Quraish Shihab, kata (جيوب)
juyub adalah bentuk jamak dari jayb yaitu lubang di leher baju
yang digunakan untuk memasukkankepala dalam rangka memakai baju, yang dimaksud
ini adalah leher hingga ke dada. Dari jayb ini sebagian dada tidak jarang dapat
tampak.
Al-Biqa’i memperoleh kesan dari penggunaan kara (ضرب)
dharaba yang biasa diartikan
memukul atau meletakkan sesuatu secara cepat dan sungguh-sungguh pada
firman-Nya: (واليضربن
بخمرهنّ) wal yadhribna
bi khumurihinna bahwa pemakaian kerudung itu hendaknya diletakkan dengan
sungguh-sungguh untuk tujuan menutupinya. Bahkan huruf ba pada kata bi
khumurihinna dipahami oleh sementara ulama berfungsi sebagai al-Ilshaq,
yakni kesertaan dan ketertempelan. Ini untuk menekankan lagi agar kerudung
tersebut tidak terpisah dari bagian badan yang harus ditutup.
Kandungan penggalan ayat ini berpesan agar dada ditutup
dengan kerudung (penutup kepala). Apakah ini berarti bahwa kepala (rambut) juga
harus ditutup? Jawabannya, “YA”. Demikian pendapat yang logis, apalagi jika
disadari bahwa “Rambut adalah hiasan/mahkota wanita”. Bahwa ayat ini tidak
menyebut secara tegas perlunya rambut ditutup, hal ini agaknya tidak perlu
disebut. Bukankah mereka telah memakai kerudung yang tujuanny adalah menutup
rambut? memang, ada pendapat yang menyatakan bahwa firman-Nya: ( الاّ ما ظهر منها)
illa ma zhaharra minha adalah, di samping wajah dan kedua telapak
tangan, juga kaki dan rambut. Demikian Ibnu ‘asyur.
Demikian penjelasan dalam M. Quraish Shihab dalam tafsirnya. Namun
yang harus dipahami bahwa dalam ajaran Islam sangat menekankan sekali
kehati-hatian. Kenapa bagian tersebut harus ditutup dengan kerudung? Karena bagian tersebut memang bagian yang rawan
-dengan tidak menafikan bagian yang lain- yang jika dilihat oleh lawan jenisnya
akan membangkitkan nafsu untuk memperdayainya. Oleh karena itu perlu diperhatikan
oleh wanita mukminah dan muslimah jika memakai jilbab bagian yang lain juga
harus ditutup. Bukan dibalut dengan pakaian yang ketat sehingga terlihat bagian
lekukan-lekukan tubuhnya. Boleh jadi bagian tersebut juga mengundang nafsu pada
lawan jenisnya.
0 komentar