Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Indonesia: Studi Pembangunan Hukum Bidang Politik Dalam Negeri Pasca Reformasi
Pembangunan hukum merupakan upaya sadar, sistematis, dan
berkesinambungan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang semakin maju, sejahtera, aman dan tenteram di dalam bingkai dan
landasan hukum yang adil dan pasti.[1] Pembangunan
hukum sejatinya diarahkan untuk membangun tatanan hukum yang berkesinambungan
dan terintegrasi dalam rangka tujuan suatu negara.
Dalam rangka mewujudkan usaha tersebut, maka reformasi menjadi
momen penting untuk merealisasikannya. Salah satu satunya diwujudkan melalui
reformasi kosntitusi (constitutional reform). Hal ini dilakukan sebagai
langkah nyata dalam pembaharuan hukum di Indonesia. Hingga tahun 2002 reformasi
konstitusi sudah mengalami 4 kali perubahan yang semula hanya mencakup 71 butir
ketentuan di dalamnya, setelah empat kali perubahan sekarang berisi 199 butir
ketentuan.
Perubahan-perubahan tersebut bukan hanya perubahan redaksional,
melainkan menyangkut pula perubahan paradigma pemikiran yang sangat mendasar.
Karena itu, segera setelah agenda constitutional reform (pembaharuan
konstitusi) kita perlu melanjutkan dengan agenda legal reform
(pembentukan dan pembaharuan hukum) yang juga besar-besaran. Jika kita
mencermati ketentuan dalam UUD 1945 setelah empat kali dirubah, terdapat 22
butir ketentuan yang menyatakan “diatur dengan undang-undang” atau “diatur
lebih lanjut dengan undang-undang”, 11 butir ketentuan yang menyatakan “diatur
dalam undang-undang” atau “diatur lebih lanjut dalam undang-undang”, dan 6
butir ketentuan menyatakan “ditetapkan dengan undang-undang. Bidang-bidang
hukum yang memerlukan pembentukan dan pembaharuan tersebut dapat dikelompokkan
menurut bidang-bidang yang dibutuhkan, yaitu:[2]
1.
Bidang
politik dan pemerintahan.
2.
Bidang
ekonomi dan dunia usaha.
3.
Bidang
kesejahteraan sosial dan budaya.
4.
Bidang
penataan sistem dan aparatur hukum.
Sebagai tindak lanjut pembaharuan hukum dalam bidang-bidang tersebut
maka dibentuk undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (propenas) tahun 2000-2004. Di dalam UU propenas salah satu yang
menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional adalah bidang politik yaitu
membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan
kesatuan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa:
Prioritas pembangunan sistem politik yang demokratis serta
mempertahankan persatuan dan kesatuan, dilakukan melalui pembangunan bidang politik
serta bidang pertahanan dan keamanan. Arah kebijakan pembangunan bidang politik
terdiri dari arah kebijakan untuk pembangunan politik dalam negeri, hubungan
luar negeri, penyelenggaraan negara, serta komunikasi, informasi, dan media
massa. Arah kebjiakan pembangunan di bidang politik yang terkait dengan
prioritas pembangunan pertama, secara garis besar terdiri dari arah kebijakan
politik dalam negeri, yaitu mempertahankan persatuan dan kesatuan serta
meningkatkan kehidupan demokrasi. Arah kebijakan pengembangan hubungan luar
negeri pada intinya adalah untuk menegaskan arah politik luar negeri Indonesia
yang bebas aktif, proaktif, dan berorientasi pada kepentingan nasional. Arah
kebijakan pembangunan komunikasi, informasi dan media masaa pada dasarnya adalah
optimalisasi pemanfaatan peran komunikasi melalui berbagai bentuk media massa
dan penyiaran, serta optimalisasi pemanfaatan peran komunikasi melalui berbagai
bentuk media massa dan penyiaran, serta optimalisasi pemanfaatan jaringan
informasi di dalam dan di luar negeri. Untuk mengoptimalkan upaya kecerdasan
kehidupan bangsa serta memperjuangkan kepentingan nasional.
Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, pemerintah harus melakukan pembangunan hukum. Pembangunan hukum mempunyai makna yang menyeluruh dan mendasar dibandingkan dengan istilah pembinaan hukum atau pembaharuan hukum. ‘Pembinaan hukum’ lebih mengacu pada efisiensi, dalam arti meningkatkan efisiensi hukum. ‘Pembaharuan hukum’ mengandung pengertian menyusun suatu tata hukum untuk menyesuaikan dengan perubahan masyarakat. Oleh karena, pembangunan hukum itu tidak hanya tertuju pada aturan atau substansi hukum,
tetapi juga pada struktur atau kelembagaan hukum dan pada budaya hukum masyarakat.[3]
Untuk mewujudkan pembangunan hukum yang terarah maka
disusunlah dalam suatu sistem hukum nasional agar pembangunan hukum yang
dimaksudkan mencapai suatu tujuan negara. Pembentukan sistem hukum tidak dapat
dilepaskan dari suatu politik hukum, bahkan menurut Mahfud MD sistem hukum
dapat dijadikan wadah atau pijakan dan kerangka kerja dari politik hukum
nasional.[4]
Mantan kepala BPHN Sunaryati Hartono dalam bukunya
Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional memang tidak secara eksplisit
merumuskan arti politik hukum. Namun kita bisa menangkap substansi pengertian
darinya ketika dia menyebut hukum sebagai alat bahwa secara praktis politik
hukum merupakan alat atau saranan dan langkah yang dapat yang dapat digunakan
oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dapat dipergunakan
untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara.[5]
Sejalan dengan ini dalam konsep pembangunan hukum,
Mochtar kusumaatmadja memberikan pemahaman bahwa dalam membantu proses
perubahan masyarakat, pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan
fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis dan menekankan sifat
konservatif dari hukum tidaklah cukup bagi hukum melalukan perannya di dalam
masyarakat yang sedang membangun.[6]
Pemikiran ini diilhami dari pengalaman di Amerika
Serikat, terutama setelah dilaksanakannya New Deal mulai tahun tiga puluhan
kita telah menyaksikan dipergunakannya hukum sebagai alat untuk mewujudkan
perubahan-perubahan di bidang sosial. Di negara inilah timbul istilah law
as a tool of social engineering (R. Pound).[7]
Melalui fungsi hukum inilah politik hukum memainkan perannya dalam pembangunan
hukum.
Tulisan ini akan menjawab apa yang menjadi politik
hukum sebagai arah kebijakan pembangunan hukum dibidang poltitik. Tulisan ini
akan meneliti beberapa peraturan perundang-undangan yang dibuat setelah
reformasi dalam rangka pembangunan di bidang politik. Diantaranya adalah UU
penyelenggaraan Pemilu, UU Partai Politik, UU Pemerintah Daerah dan UU Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD.
Politik Hukum Pembangunan di Bidang Politik
Pasca Reformasi
Selain pembangunan di bidang ekonomi, bidang politik
tidak kalah pentingnya dalam agenda pembangunan di Indonesia. Melalui Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025[8]
sejak Mei 1998, persoalan demokratisasi adalah isu utama kehidupan politik
nasional. Sistem politik orba yang kurang mentolerir perbedaan politik dengan
pemerintah, telah mewariskan permasalahan ketidakpuasan, yang berkembang
menjadi bibit-bibit disintegrasi. Kegiatan penyelenggaraan Pemilu di masa Orba,
dinilai oleh banyak pihak telah terlalu mengutamakan upaya mobilisasi rakyat
melalui intimidasi yang meluas demi memenangkan peserta Pemilu tertentu.
Kondisi ini jelas memerlukan sistem politik yang kuat dan kepemimpinan yang
bersih agar mampu memberikan arah dan sesungguhya dari reformasi dan
demokratisasi Indonesia.
Politik hukum pembangunan hukum bidang politik,
akan terlihat melalui peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan (legislation) merupakan bagian dari hukum yang dibuat
secara sengaja oleh institusi negara. Dalam konteks demikian, peraturan
perundang-undangan tidak mungkin muncul secara tiba-tiba. Peraturan
perundang-undangan dibuat dengan tujuan dan alasan tertentu. Tujuan dan alasan
dibentuknya peraturan perundang-undangan dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan
dan alasan dari dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan disebut sebagai
politik hukum (legal policy).[9]
Politik hukum dapat dibedakan dalam dua
dimensi. Dimensi pertama adalah politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Dalam tulisan ini
politik hukum dalam dimensi demikian
disebut sebagai “Kebijakan Dasar” atau yang dalam bahasa Inggris disebut
sebagai basic policy.[10]
Dimensi kedua dari politik hukum adalah tujuan atau alasan yang
muncul dibalik pemberlakukan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam tulisan
ini politik hukum dalam dimensi ini disebut
sebagai “Kebijakan Pemberlakuan” atau yang dalam bahasa Inggris disebut
sebagai enactment policy. Keberadaan Kebijakan Pemberlakuan sangat
dominan di Negara Berkembang mengingat peraturan perundang-undangan kerap
dijadikan instrumen politik oleh pemerintah atau penguasanya, baik untuk hal
yang bersifat positif maupun negatif.[11]
Berangkat dari hal di atas, penting untuk dikualifikasikan beberapa peraturan
perundang-undangan yang dibentuk maupun diperbaharui pasca reformasi untuk
mengetahui arah kebijakan bidang politik dalam negeri. Sejalan dengan Donald
Horowitz bahwa perubahan penting pasca reformasi dalam bidang politik terkandung dalam peraturan pemerintah tentang
kepartaian, pemilu, struktur pemerintahan dan pelimpahan kekuasaan/wewenang.[12]
Beberapa
peraturan perundang-undangan yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2002 tentang Partai Politik, Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum.
Adapun politik hukum pembangunan hukum bidang
politik pasca reformasi yang dapat ditelaah melalui UU yang disebut di atas
adalah sebagai berikut:
a. Merespon
Perkembangan dan Menggantikan
Peraturan yang Sudah Usang
Reformasi
yang terjadi 1998 menghendaki penataan kembali pemerintahan yang cendrung
otoriter kearah yang lebih demokratis. Maka tidak ayal berbagai usaha untuk
memperbaiki pun dilakukan. Pembentukan Undang-undang atau pembaharuan UU
dihitung sebagai cara yang efektif untuk memperbaiki pengelolaan pemerintahan.
Berbagai undang-undang khususnya dalam
bidang politik sebagian besar adalah bentuk perubahan dari aturan-aturan yang
sudah ada. Pembentukan peraturan tersebut dinilai tidak lagi sejalan dengan
perkembangan. Seperti peraturan perundang-undangan nomor 22 tahun 1999 penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan kewenangan baru dimaksudkan untuk menghadapi
perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan
persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah
secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional.
Di samping itu, perubahan peraturan perundang-undangan juga ditujukan selain untuk merespon perkembangan politik juga
menggantikan peraturan yang sudah usang. Dalam UU Nomor 3 tahun 1999 dalam
kebijakan dasarnya menyebutkan bahwa peraturan yang ada sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan dantuntutan kehidupan politik. Selain itu UU No. 2
tahun 199 tentang partai poltik menyebutkan peraturan yang sudah ada yang
dibentuk pada masa Orde Baru sudah tidak dapat menampung aspirasi politik yang
berkembang sehingga kehidupan demokrasi di Indonesia tidak dapat berlangsung
dengan baik;
Tuntutan untuk merespon perkembangan politik global yang sudah
semakin maju, turut mempengaruhi pembangunan hukum bidang politik pasca
reformasi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
demokrasi yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. Sehingga penggantian UU
sanga perlu dilakukan.
b. Mewujudkan
Pemilu yang Berkualitas
Pemilu
sebagai wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat berperan penting dalam
mewujudkan demokrasi. Melalui pemilu ini dapat diketahui derajat suatu negara
dalam melaksanakan sistem politik demokrasi. Intervensi pemerintah yang terlalu
berlebihan dalam pergelaran pemilu sering kali disalahgunakan. Kegiatan penyelenggaraan Pemilu di masa Orba, dinilai
oleh banyak pihak telah terlalu mengutamakan upaya mobilisasi rakyat melalui
intimidasi yang meluas demi memenangkan peserta Pemilu tertentu.
Oleh karena itu, mewujudkan pemilu yang berkualitas
dengan berpijak pada asas
jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia menjadi cita-cita negara
demokrasi dan pembangunan hukum di Indonesia. Melalui pembentukan UU No. 3
tahun 1999 tentang pemilu, pemerintah pasca reformasi berusaha memperbaiki
sistem pemilu yang ada di Indonesia.
Sebagaimana kebijakan dasar
pembentukan UU pemilu bahwa untuk lebih mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat dan dengan telah
dilakukannya penataan Undang-undang di bidang politik, Perlu menata kembali
penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis dan transparan, jujur dan adil,
dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas,
dan rahasia;;
Sebagai usaha mewujudkan pemilu yang
berkualitas maka dibentuk suatu komisi pemilihan umum (KPU) yang yang bebas dan
mandiri sebagai penyelenggara pemilu. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2)
disebutkan bahwa KPU
yang bebas dan mandiri adalah sebuah badan yang tidak di bawah pengaruh dan
atau kendali, secara langsung ataupun tidak langsung, baik oleh salah satu
Partai Politik yang ikut Pemilihan Umum maupun oleh Pemerintah. Melalui KPU inilah usaha
untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas dijalankan hingga sekarang.
c. Usaha membentuk
sistem Multi partai Sederhana
Untuk menjamin
demokratisasi sebuah negara dalam masa transisi dari corak kepemimpinan
otoriter menuju demokrasi, peran penting partai politik tidak dapat dinafikan.
Pembatasan terhadap kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat pada
masa orde baru tidak memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mempengaruhi
atau mengawasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Partai
yang ada saat itu hanya partai yang sudah ada sejak orde lama seperti Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golkar yang
pada saat tidak mau disebut partai. Hal ini sebagai siasat Soeharto agar Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat
mendukung Soeharto sebagai usaha untuk mengekalkan kekuasaannya.
Melalui
pembentukan UU No. 31 tahun 2002 tentang partai politik, sebagaimana tercantum dalam penjelasan UU sebagai
kebijakan pemberlakuan UU No. 31 tahun 2002 setelah reformasi ini adalah untuk membentuk
sistem multi partai sederhana. Multi partai dimaksudkan agar konstalasi politik
di Indonesia tidak dimonopoli partai politik tertentu seperti pada masa Orde
Baru, tapi juga memberikan kesempatan kebebasan berserikat dan berkumpul kepada
rakyat untuk membentuk partai politik. Agar rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi dapat ikut andil dalam usaha mengontrol dan mempengaruhi kebijakan
pemerintah.
Sedangkan
sederhana dimaksudkan agar sejalan dengan sistem pemerintahan presidensil. Sebab,
jika multipartai yang terlalu banyak akan mempengaruhi stabilitas pemerintahan
presidensil. Oleh karenanya, meskipun kesempatan seluas-luasnya diberikan
kepada rakyat untuk membentuk partai politik, agar tidak disalahgunakan
pembentukan partai politiknya maka disusun suatu mekanisme yang dapat menjaring
partai politik tertentu yang benar-benar mempunyai tujuan untuk memberikan mengelola
negara agar terarah pada tujuannya.
Melalui
mekanisme parliamentary threshold, penjaringan terhadap partai politik
tersebut dijalankan. Meskipun dalam perjalannya hingga sekarang belum
memuaskan.
d. Mewujudkan
Desentralisasi dengan Asas Otonomi Daerah
Terjadinya
pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan
hasil dari reformis menurunkan paksa Soeharto. Corak sentralisme yang dibangun
oleh Soeharto semakin memperkuat dirinya sebagai pemerintah yang otoriter. Maka
sebagai wujud dari usaha demokratisasi pemerintahan dilakukanlah pelimpahan
kekuasaan atau desentralisasi dari pusat kepada daerah.
Desentralisasi
merupakan strategi mendemokratisasi sistem politik dan menyelaraskan pencapaian
pembangunan berkelanjutan yang merupakan isu yang selalu ada dalam praktik
administrasi publik. Berlawanan dengan sentralisasi di mana kekuasaan dan
pengambilan keputusan terkonsentrasi pada pusat ataau eselon atas,
desentralisasi memperkenankan level kekuasaan pemerintahan yang lebih rendah
atau di bawah dalam menentukan sejumlah isu yang langsung mereka perhatikan.[13]
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
memberikan jalan kepada daerah untuk melaksanakan desentralisasi berdasarkan
asas otonomi daerah. Kebijakan dasar sebagaimana yang tercantum dalam perihal
menimbang menyebutkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu
untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;
Selain itu, otonomi daerah yang menjadi
asas dalam penyelenggaraan desentralisasi dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat,
mcnumbuhkan prakarsa dan kreativitas,meningkatkan peran-serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kesimpulan
Reformasi merupakan gerbang awal memasuki demokrasi. Sebagai
pengantar ke gerbang masih banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menuju
sistem demokrasi yang mapan dan matang. Proses dari reformasi ke demokrasi
itulah terdapat transisi pemerintahan dan dalam transisi tersebut usaha untuk
memperbaiki segala hal dari tatanan lama ke tatanan baru disebut konsolidasi.
Ketika meniti jalan konsolidasi demokrasi ini segala perbaikan
untuk menata pemerintahan yang demokratis dijalankan. Dalam proses ini
penataaan di bidang politik menjadi kebutuhan yang tidak dapat diabaikan.
Pasalnya, dalam suasana tansisi dimana terdapat perubahan sistem politik yang
yang otoriter menuju demokrasi membutuhkan berbagai peraturan dalam bidang
politik menjalan menjalankan tata negara pemerintahan.
Dalam usaha membentuk suatu tatanan politik yang mapan untuk menuju
demokrasi, maka pembangunan hukum dalam bidang politik diarahkan untuk menuju
pemerintahan demokratis. Melalui penataan ulang terhadap sistem pemilu agar
tercapai pemilihan yang fair dan menjamin partisipasi masyarakat serta memberikan
kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat untuk membentuk
partai politik, pembangunan hukum dibidang politikpun dijalankan.
Untuk mewujudkan itu maka beberapa peraturan pun diganti dengan
yang baru di antaranya adalah undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik,
Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,
DPRD dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Melalui undang-undang di atas maka politik hukum pembangunan hukum
bidang politik yang ingin dicapai dalam pemerintahan indonesia pasca reformasi
adalah merespon perkembangan dan menggantikan peraturan yang sudah usang, mewujudkan pemilu yang berkualitas, usaha membentuk sistem multi partai sederhana dan mewujudkan desentralisasi dengan asas otonomi daerah. semua hal ini dimaksudkan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk
mencapai pemerintahan yang demokratis.
Daftar Pustaka
Dhaniswara,
“Konsep Pembangunan Hukum dan Perannya Terhadap Sistem Ekonomi Pasar”, Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, No. 4 Vol. 18 Oktober 2011.
Horowitz,
Donald, Perubahan Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia, Terjemahan Dari
Constitutional Change and Democracy in Indonesia, Alih Bahasa Dayanto,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014.
Huda, Ni’matul, Hukum
Pemerintah Daerah, Nusa Media, Bandung, cet.III, 2012.
kusumaatmadja,
Mochtar, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002.
Juwana, Himahanto, “Politik Hukum dan Penegakan Hukum: Studi Kasus
Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian”, Bahan Kuliah Law and Development,
2016.
Mahfud
MD, “Politik Hukum
Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional”, Seminaar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil
Amandemen, BPHN, 2006.
Susanto,
Dedi, “Penegak Hukum dan Pembangunan Hukum di Indonesia”, Jurnal al-Mizan,
Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014.
Setiadi,
Wicipto “Pembangunan Hukum dalam Rangka Peningkatan Supremasi Hukum”, Jurnal
Rechvinding, Vol. 1, Nomor 1, April 2012.
[1] Wicipto
Setiadi, “Pembangunan Hukum dalam Rangka Peningkatan Supremasi Hukum”, Jurnal
Rechvinding, Vol. 1, Nomor 1, April 2012, hlm.5
[2] Dedi Susanto,
“Penegak Hukum dan Pembangunan Hukum di Indonesia”, Jurnal al-Mizan,
Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014, hlm. 125
[3] Dhaniswara,
“Konsep Pembangunan Hukum dan Perannya Terhadap Sistem Ekonomi Pasar”, Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, No. 4 Vol. 18 Oktober 2011, hlm. 578
[4] Mahfud MD, “Politik Hukum Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional”, Seminaar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil
Amandemen, BPHN, 2006, hlm. 52
[5] Ibid, hlm. 46
[6] Mochtar kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,
Alumni, Bandung, 2002, hlm. 14
[7] ibid
[8] Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan
dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana
diamanatkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
[9] Himahanto Juwana, “Politik Hukum dan Penegakan Hukum: Studi Kasus
Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian”, Bahan Kuliah Law and Development,
hlm.2
[10] ibid
[11] ibid
[12] Donald
Horowitz, Perubahan Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia, Terjemahan Dari
Constitutional Change and Democracy in Indonesia, Alih Bahasa Dayanto,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, hlm. 2
[13] Ni’matul Huda, Hukum Pemerintah Daerah, Nusa Media, Bandung, cet.III,
2012, hlm. 66
1 komentar
Tuliskan arah dan kebijakan pembangunan hukum di indonesia ?.
BalasHapus