Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Indonesia: Studi Pembangunan Hukum Bidang Politik Dalam Negeri Pasca Reformasi

Pembangunan hukum merupakan upaya sadar, sistematis, dan berkesinambungan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang semakin maju, sejahtera, aman dan tenteram di dalam bingkai dan landasan hukum yang adil dan pasti.[1] Pembangunan hukum sejatinya diarahkan untuk membangun tatanan hukum yang berkesinambungan dan terintegrasi dalam rangka tujuan suatu negara.
Dalam rangka mewujudkan usaha tersebut, maka reformasi menjadi momen penting untuk merealisasikannya. Salah satu satunya diwujudkan melalui reformasi kosntitusi (constitutional reform). Hal ini dilakukan sebagai langkah nyata dalam pembaharuan hukum di Indonesia. Hingga tahun 2002 reformasi konstitusi sudah mengalami 4 kali perubahan yang semula hanya mencakup 71 butir ketentuan di dalamnya, setelah empat kali perubahan sekarang berisi 199 butir ketentuan.
Perubahan-perubahan tersebut bukan hanya perubahan redaksional, melainkan menyangkut pula perubahan paradigma pemikiran yang sangat mendasar. Karena itu, segera setelah agenda constitutional reform (pembaharuan konstitusi) kita perlu melanjutkan dengan agenda legal reform (pembentukan dan pembaharuan hukum) yang juga besar-besaran. Jika kita mencermati ketentuan dalam UUD 1945 setelah empat kali dirubah, terdapat 22 butir ketentuan yang menyatakan “diatur dengan undang-undang” atau “diatur lebih lanjut dengan undang-undang”, 11 butir ketentuan yang menyatakan “diatur dalam undang-undang” atau “diatur lebih lanjut dalam undang-undang”, dan 6 butir ketentuan menyatakan “ditetapkan dengan undang-undang. Bidang-bidang hukum yang memerlukan pembentukan dan pembaharuan tersebut dapat dikelompokkan menurut bidang-bidang yang dibutuhkan, yaitu:[2]
1.      Bidang politik dan pemerintahan.
2.      Bidang ekonomi dan dunia usaha.
3.      Bidang kesejahteraan sosial dan budaya.
4.      Bidang penataan sistem dan aparatur hukum.

Sebagai tindak lanjut  pembaharuan hukum dalam bidang-bidang tersebut maka dibentuk undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (propenas) tahun 2000-2004. Di dalam UU propenas salah satu yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional adalah bidang politik yaitu membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa:
Prioritas pembangunan sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan, dilakukan melalui pembangunan bidang politik serta bidang pertahanan dan keamanan. Arah kebijakan pembangunan bidang politik terdiri dari arah kebijakan untuk pembangunan politik dalam negeri, hubungan luar negeri, penyelenggaraan negara, serta komunikasi, informasi, dan media massa. Arah kebjiakan pembangunan di bidang politik yang terkait dengan prioritas pembangunan pertama, secara garis besar terdiri dari arah kebijakan politik dalam negeri, yaitu mempertahankan persatuan dan kesatuan serta meningkatkan kehidupan demokrasi. Arah kebijakan pengembangan hubungan luar negeri pada intinya adalah untuk menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, proaktif, dan berorientasi pada kepentingan nasional. Arah kebijakan pembangunan komunikasi, informasi dan media masaa pada dasarnya adalah optimalisasi pemanfaatan peran komunikasi melalui berbagai bentuk media massa dan penyiaran, serta optimalisasi pemanfaatan peran komunikasi melalui berbagai bentuk media massa dan penyiaran, serta optimalisasi pemanfaatan jaringan informasi di dalam dan di luar negeri. Untuk mengoptimalkan upaya kecerdasan kehidupan bangsa serta memperjuangkan kepentingan nasional.

Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, pemerintah harus melakukan pembangunan hukum. Pembangunan hukum mempunyai makna yang menyeluruh dan mendasar dibandingkan dengan istilah pembinaan hukum atau pembaharuan hukum. ‘Pembinaan hukum’ lebih mengacu pada efisiensi, dalam arti meningkatkan efisiensi hukum. ‘Pembaharuan hukum’ mengandung pengertian menyusun suatu tata hukum untuk menyesuaikan dengan perubahan masyarakat. Oleh karena, pembangunan hukum itu tidak hanya tertuju pada aturan atau substansi hukum, tetapi juga pada struktur atau kelembagaan hukum dan pada budaya hukum masyarakat.[3]

Untuk mewujudkan pembangunan hukum yang terarah maka disusunlah dalam suatu sistem hukum nasional agar pembangunan hukum yang dimaksudkan mencapai suatu tujuan negara. Pembentukan sistem hukum tidak dapat dilepaskan dari suatu politik hukum, bahkan menurut Mahfud MD sistem hukum dapat dijadikan wadah atau pijakan dan kerangka kerja dari politik hukum nasional.[4]
Mantan kepala BPHN Sunaryati Hartono dalam bukunya Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional memang tidak secara eksplisit merumuskan arti politik hukum. Namun kita bisa menangkap substansi pengertian darinya ketika dia menyebut hukum sebagai alat bahwa secara praktis politik hukum merupakan alat atau saranan dan langkah yang dapat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dapat dipergunakan untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara.[5]
Sejalan dengan ini dalam konsep pembangunan hukum, Mochtar kusumaatmadja memberikan pemahaman bahwa dalam membantu proses perubahan masyarakat, pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis dan menekankan sifat konservatif dari hukum tidaklah cukup bagi hukum melalukan perannya di dalam masyarakat yang sedang membangun.[6]
Pemikiran ini diilhami dari pengalaman di Amerika Serikat, terutama setelah dilaksanakannya New Deal mulai tahun tiga puluhan kita telah menyaksikan dipergunakannya hukum sebagai alat untuk mewujudkan perubahan-perubahan di bidang sosial. Di negara inilah timbul istilah law as a tool of social engineering (R. Pound).[7] Melalui fungsi hukum inilah politik hukum memainkan perannya dalam pembangunan hukum.
Tulisan ini akan menjawab apa yang menjadi politik hukum sebagai arah kebijakan pembangunan hukum dibidang poltitik. Tulisan ini akan meneliti beberapa peraturan perundang-undangan yang dibuat setelah reformasi dalam rangka pembangunan di bidang politik. Diantaranya adalah UU penyelenggaraan Pemilu, UU Partai Politik, UU Pemerintah Daerah dan UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD.
Politik Hukum Pembangunan di Bidang Politik Pasca Reformasi
            Selain pembangunan di bidang ekonomi, bidang politik tidak kalah pentingnya dalam agenda pembangunan di Indonesia. Melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025[8] sejak Mei 1998, persoalan demokratisasi adalah isu utama kehidupan politik nasional. Sistem politik orba yang kurang mentolerir perbedaan politik dengan pemerintah, telah mewariskan permasalahan ketidakpuasan, yang berkembang menjadi bibit-bibit disintegrasi. Kegiatan penyelenggaraan Pemilu di masa Orba, dinilai oleh banyak pihak telah terlalu mengutamakan upaya mobilisasi rakyat melalui intimidasi yang meluas demi memenangkan peserta Pemilu tertentu. Kondisi ini jelas memerlukan sistem politik yang kuat dan kepemimpinan yang bersih agar mampu memberikan arah dan sesungguhya dari reformasi dan demokratisasi Indonesia.
Politik hukum pembangunan hukum bidang politik, akan terlihat melalui peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara. Dalam konteks demikian, peraturan perundang-undangan tidak mungkin muncul secara tiba-tiba. Peraturan perundang-undangan dibuat dengan tujuan dan alasan tertentu. Tujuan dan alasan dibentuknya peraturan perundang-undangan dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan dan alasan dari dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan disebut sebagai politik hukum (legal policy).[9]
Politik hukum dapat dibedakan dalam dua dimensi. Dimensi pertama adalah politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Dalam tulisan ini politik hukum dalam dimensi demikian  disebut sebagai “Kebijakan Dasar” atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai basic policy.[10]
 Dimensi kedua dari politik hukum adalah tujuan atau alasan yang muncul dibalik pemberlakukan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam tulisan ini politik hukum dalam dimensi ini disebut  sebagai “Kebijakan Pemberlakuan” atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai enactment policy. Keberadaan Kebijakan Pemberlakuan sangat dominan di Negara Berkembang mengingat peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah atau penguasanya, baik untuk hal yang bersifat positif maupun negatif.[11]
Berangkat dari hal di atas, penting untuk dikualifikasikan beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk maupun diperbaharui pasca reformasi untuk mengetahui arah kebijakan bidang politik dalam negeri. Sejalan dengan Donald Horowitz bahwa perubahan penting pasca reformasi dalam bidang politik  terkandung dalam peraturan pemerintah tentang kepartaian, pemilu, struktur pemerintahan dan pelimpahan kekuasaan/wewenang.[12]
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Adapun politik hukum pembangunan hukum bidang politik pasca reformasi yang dapat ditelaah melalui UU yang disebut di atas adalah sebagai berikut:
a.    Merespon Perkembangan dan Menggantikan Peraturan yang Sudah Usang
Reformasi yang terjadi 1998 menghendaki penataan kembali pemerintahan yang cendrung otoriter kearah yang lebih demokratis. Maka tidak ayal berbagai usaha untuk memperbaiki pun dilakukan. Pembentukan Undang-undang atau pembaharuan UU dihitung sebagai cara yang efektif untuk memperbaiki pengelolaan pemerintahan.
Berbagai undang-undang khususnya dalam bidang politik sebagian besar adalah bentuk perubahan dari aturan-aturan yang sudah ada. Pembentukan peraturan tersebut dinilai tidak lagi sejalan dengan perkembangan. Seperti peraturan perundang-undangan nomor 22 tahun 1999 penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan kewenangan baru dimaksudkan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional.

Di samping itu, perubahan peraturan perundang-undangan juga ditujukan selain untuk merespon perkembangan politik juga menggantikan peraturan yang sudah usang. Dalam UU Nomor 3 tahun 1999 dalam kebijakan dasarnya menyebutkan bahwa peraturan yang ada  sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dantuntutan kehidupan politik. Selain itu UU No. 2 tahun 199 tentang partai poltik menyebutkan peraturan yang sudah ada yang dibentuk pada masa Orde Baru sudah tidak dapat menampung aspirasi politik yang berkembang sehingga kehidupan demokrasi di Indonesia tidak dapat berlangsung dengan baik;
Tuntutan untuk merespon perkembangan politik global yang sudah semakin maju, turut mempengaruhi pembangunan hukum bidang politik pasca reformasi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan kehidupan demokrasi yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. Sehingga penggantian UU sanga perlu dilakukan.

b.      Mewujudkan Pemilu yang Berkualitas

Pemilu sebagai wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat berperan penting dalam mewujudkan demokrasi. Melalui pemilu ini dapat diketahui derajat suatu negara dalam melaksanakan sistem politik demokrasi. Intervensi pemerintah yang terlalu berlebihan dalam pergelaran pemilu sering kali disalahgunakan. Kegiatan penyelenggaraan Pemilu di masa Orba, dinilai oleh banyak pihak telah terlalu mengutamakan upaya mobilisasi rakyat melalui intimidasi yang meluas demi memenangkan peserta Pemilu tertentu.
           
            Oleh karena itu, mewujudkan pemilu yang berkualitas dengan berpijak pada asas jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia menjadi cita-cita negara demokrasi dan pembangunan hukum di Indonesia. Melalui pembentukan UU No. 3 tahun 1999 tentang pemilu, pemerintah pasca reformasi berusaha memperbaiki sistem pemilu yang ada di Indonesia.
Sebagaimana kebijakan dasar pembentukan UU pemilu bahwa untuk lebih mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat dan dengan telah dilakukannya penataan Undang-undang di bidang politik, Perlu menata kembali penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis dan transparan, jujur dan adil, dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia;;

Sebagai usaha mewujudkan pemilu yang berkualitas maka dibentuk suatu komisi pemilihan umum (KPU) yang yang bebas dan mandiri sebagai penyelenggara pemilu. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) disebutkan bahwa KPU yang bebas dan mandiri adalah sebuah badan yang tidak di bawah pengaruh dan atau kendali, secara langsung ataupun tidak langsung, baik oleh salah satu Partai Politik yang ikut Pemilihan Umum maupun oleh Pemerintah. Melalui KPU inilah usaha untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas dijalankan hingga sekarang.

c.       Usaha membentuk sistem Multi partai Sederhana

Untuk menjamin demokratisasi sebuah negara dalam masa transisi dari corak kepemimpinan otoriter menuju demokrasi, peran penting partai politik tidak dapat dinafikan. Pembatasan terhadap kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat pada masa orde baru tidak memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mempengaruhi atau mengawasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Partai yang ada saat itu hanya partai yang sudah ada sejak orde lama seperti Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golkar yang pada saat tidak mau disebut partai. Hal ini sebagai siasat Soeharto agar Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat mendukung Soeharto sebagai usaha untuk mengekalkan kekuasaannya.

Melalui pembentukan UU No. 31 tahun 2002 tentang partai politik,  sebagaimana tercantum dalam penjelasan UU sebagai kebijakan pemberlakuan UU No. 31 tahun 2002 setelah reformasi ini adalah untuk membentuk sistem multi partai sederhana. Multi partai dimaksudkan agar konstalasi politik di Indonesia tidak dimonopoli partai politik tertentu seperti pada masa Orde Baru, tapi juga memberikan kesempatan kebebasan berserikat dan berkumpul kepada rakyat untuk membentuk partai politik. Agar rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dapat ikut andil dalam usaha mengontrol dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Sedangkan sederhana dimaksudkan agar sejalan dengan sistem pemerintahan presidensil. Sebab, jika multipartai yang terlalu banyak akan mempengaruhi stabilitas pemerintahan presidensil. Oleh karenanya, meskipun kesempatan seluas-luasnya diberikan kepada rakyat untuk membentuk partai politik, agar tidak disalahgunakan pembentukan partai politiknya maka disusun suatu mekanisme yang dapat menjaring partai politik tertentu yang benar-benar mempunyai tujuan untuk memberikan mengelola negara agar terarah pada tujuannya.

Melalui mekanisme parliamentary threshold, penjaringan terhadap partai politik tersebut dijalankan. Meskipun dalam perjalannya hingga sekarang belum memuaskan.

d.      Mewujudkan Desentralisasi dengan Asas Otonomi Daerah

Terjadinya pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan hasil dari reformis menurunkan paksa Soeharto. Corak sentralisme yang dibangun oleh Soeharto semakin memperkuat dirinya sebagai pemerintah yang otoriter. Maka sebagai wujud dari usaha demokratisasi pemerintahan dilakukanlah pelimpahan kekuasaan atau desentralisasi dari pusat kepada daerah.

            Desentralisasi merupakan strategi mendemokratisasi sistem politik dan menyelaraskan pencapaian pembangunan berkelanjutan yang merupakan isu yang selalu ada dalam praktik administrasi publik. Berlawanan dengan sentralisasi di mana kekuasaan dan pengambilan keputusan terkonsentrasi pada pusat ataau eselon atas, desentralisasi memperkenankan level kekuasaan pemerintahan yang lebih rendah atau di bawah dalam menentukan sejumlah isu yang langsung mereka perhatikan.[13]
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 memberikan jalan kepada daerah untuk melaksanakan desentralisasi berdasarkan asas otonomi daerah. Kebijakan dasar sebagaimana yang tercantum dalam perihal menimbang menyebutkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;

Selain itu, otonomi daerah yang menjadi asas dalam penyelenggaraan desentralisasi dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat, mcnumbuhkan prakarsa dan kreativitas,meningkatkan peran-serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.  

Kesimpulan
Reformasi merupakan gerbang awal memasuki demokrasi. Sebagai pengantar ke gerbang masih banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menuju sistem demokrasi yang mapan dan matang. Proses dari reformasi ke demokrasi itulah terdapat transisi pemerintahan dan dalam transisi tersebut usaha untuk memperbaiki segala hal dari tatanan lama ke tatanan baru disebut konsolidasi.
Ketika meniti jalan konsolidasi demokrasi ini segala perbaikan untuk menata pemerintahan yang demokratis dijalankan. Dalam proses ini penataaan di bidang politik menjadi kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Pasalnya, dalam suasana tansisi dimana terdapat perubahan sistem politik yang yang otoriter menuju demokrasi membutuhkan berbagai peraturan dalam bidang politik menjalan menjalankan tata negara pemerintahan.
Dalam usaha membentuk suatu tatanan politik yang mapan untuk menuju demokrasi, maka pembangunan hukum dalam bidang politik diarahkan untuk menuju pemerintahan demokratis. Melalui penataan ulang terhadap sistem pemilu agar tercapai pemilihan yang fair dan menjamin partisipasi masyarakat serta memberikan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat untuk membentuk partai politik, pembangunan hukum dibidang politikpun dijalankan.
Untuk mewujudkan itu maka beberapa peraturan pun diganti dengan yang baru di antaranya adalah undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Melalui undang-undang di atas maka politik hukum pembangunan hukum bidang politik yang ingin dicapai dalam pemerintahan indonesia pasca reformasi adalah merespon perkembangan dan menggantikan peraturan yang sudah usang, mewujudkan pemilu yang berkualitas, usaha membentuk sistem multi partai sederhana  dan mewujudkan desentralisasi dengan asas otonomi daerah. semua hal ini dimaksudkan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mencapai pemerintahan yang demokratis.

Daftar Pustaka

Dhaniswara, “Konsep Pembangunan Hukum dan Perannya Terhadap Sistem Ekonomi Pasar”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 4 Vol. 18 Oktober 2011.

Horowitz, Donald, Perubahan Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia, Terjemahan Dari Constitutional Change and Democracy in Indonesia, Alih Bahasa Dayanto, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014.

Huda, Ni’matul, Hukum Pemerintah Daerah, Nusa Media, Bandung, cet.III, 2012.

kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002.

Juwana, Himahanto, “Politik Hukum dan Penegakan Hukum: Studi Kasus Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian”, Bahan Kuliah Law and Development, 2016.

Mahfud MD, Politik Hukum Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional, Seminaar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen, BPHN, 2006.

Susanto, Dedi, “Penegak Hukum dan Pembangunan Hukum di Indonesia”, Jurnal al-Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014.

Setiadi, Wicipto “Pembangunan Hukum dalam Rangka Peningkatan Supremasi Hukum”, Jurnal Rechvinding, Vol. 1, Nomor 1, April 2012.






[1] Wicipto Setiadi, “Pembangunan Hukum dalam Rangka Peningkatan Supremasi Hukum”, Jurnal Rechvinding, Vol. 1, Nomor 1, April 2012, hlm.5
[2] Dedi Susanto, “Penegak Hukum dan Pembangunan Hukum di Indonesia”, Jurnal al-Mizan, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014, hlm. 125
[3] Dhaniswara, “Konsep Pembangunan Hukum dan Perannya Terhadap Sistem Ekonomi Pasar”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 4 Vol. 18 Oktober 2011, hlm. 578
[4] Mahfud MD, Politik Hukum Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional, Seminaar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen, BPHN, 2006, hlm. 52
[5] Ibid, hlm. 46
[6] Mochtar kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 14
[7] ibid
[8] Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
[9] Himahanto Juwana, “Politik Hukum dan Penegakan Hukum: Studi Kasus Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian”, Bahan Kuliah Law and Development, hlm.2
[10] ibid
[11] ibid
[12] Donald Horowitz, Perubahan Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia, Terjemahan Dari Constitutional Change and Democracy in Indonesia, Alih Bahasa Dayanto, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, hlm. 2
[13] Ni’matul Huda, Hukum Pemerintah Daerah, Nusa Media, Bandung, cet.III, 2012, hlm. 66

You Might Also Like

1 komentar

  1. Tuliskan arah dan kebijakan pembangunan hukum di indonesia ?.

    BalasHapus

Entri Populer

Flickr Images